CHAPTER IV: Waktu Cepat Berlalu Semasa Muda

XMOaS

Shu Yawang berpikir bahwa ia dan Tang Xiao Tian akan selalu bersama selamanya. Bersama selamanya, dari lahir sampai mati, tidak lebih sedetik pun, tidak kurang sedetik pun.

Pagi berikutnya pukul 6:30, Tang Xiao Tian bersepeda ke rumah Yawang untuk menjemputnya. Shu Yawang merapikan seragamnya sambil berjalan menuruni tangga. Seragam SMP jelek, oh tidak, seragam sekolah Tiongkok pada umumnya memang jelek. Tidak seindah seragam di Korea Selatan ataupun Jepang. Yawang akan selalu berpikir, Departemen Pendidikan selalu memperbarui teknik mengajar yang mereka dapatkan dari luar negeri, kenapa mereka tidak bisa memperbarui gaya seragam sekolah juga? Tidak ada salahnya punya seragam yang bagus. Sudah lebih dari sepuluh tahun dan seragam sekolah masih tetap sama; ketika musim semi, musim gugur dan musim dingin tiba, baju olahraga adalah seragamnya, ketika musim panas tiba, hanya T-shirt putih dan celana selutut berwarna biru tua. Kuno sekali! Shu Yawang memasukkan atasan seragamnya ke dalam rok dengan frustasi, kalau tidak diwajibkan memakai seragam di hari pertama sekolah, aku tak akan pernah memakainya!

“Kenapa? Kelihatannya kau tidak terlalu senang.” Xiao Tian bertanya sambil tersenyum.

“Aku benci memakai seragam sekolah.” Yawang mengomel. Xiao Tian mencubit pipi Yawang.

“Tapi kau terlihat cocok memakainya.”

“Kapan aku terlihat tidak cocok memakai sesuatu?” Yawang mengejek Xiao Tian dengan senyum centil di wajahnya. Xiao Tian kembali tersenyum sambil tertunduk, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Semuanya bagus, apapun yang kau pakai kau terlihat bagus.” Yawang tersipu mendengar jawaban Xiao Tian. Yawang mengalihkan tatapannya pada anak laki-laki di depannya, seorang anak laki-laki tampan dengan kedua pipi yang bersemu merah. Ia juga memakai seragam sekolah, sebuah T-shirt putih yang sepertinya kebesaran. Dia adalah seorang anak laki-laki yang tinggi dan kurus, sehingga Yawang juga merasa Xiao Tian akan terlihat bagus memakai apapun sejak ia masih kecil.

Ketika mereka sampai di rumah Xia Mu, Xia Mu berjalan ke arah Yawang dan Yawang bertanya,

“Di mana sepedamu?”

“Tidak punya.”

“Lalu kenapa berkata bahwa kau akan bersepeda bersama ke sekolah?” Xia Mu menatapnya.

“Aku bilang aku akan ke sekolah bersamamu.” Oh benar, kurasa Xia Mu bilang akan ke sekolah bersama, bukan bersepeda ke sekolah bersama. Yawang menoleh pada Xiao Tian.

“Kau yang bawa dia.” Xiao Tian mengangguk dan menepuk kursi belakang sepedanya.

“Naik.” Xia Mu terus berdiri di tempatnya, seolah-olah tidak mendengar Xiao Tian dan terus menatap Yawang. Xiao Tian mengusap hidungnya canggung.

“Kurasa ia tidak mau digonceng olehku.” Yawang menghela nafas.

“Baiklah, aku yang akan membawanya.” Xia Mu tersenyum kecil dan duduk di belakang Yawang. Yawang mengangkat kakinya dari tanah dan mulai mengayuh, tangan Xia Mu memegang erat seragam Yawang. Tang Xiao Tian bersepeda di belakang mereka dan ia melihat bahwa Yawang kesusahan dengan beban dua orang.

“Xia Mu, perjalanannya cukup jauh. Biarkan aku yang membawamu, Yawang tidak akan bisa membawamu.” Xia Mu memelototi Xiao Tian, kemudian mengabaikannya lagi. Xiao Tian belum pernah melihat anak sekeraskepala ini. Yawang melihat betapa murungnya Xiao Tian dan memanggilnya,

“Xiao Tian, kau yang bawa jalan!”

“Oke!” Xiao Tian mengayuh ke sebelah Yawang dan Yawang meletakkan satu tangannya di pundak Xiao Tian, satu tangan lagi tetap memegang stang sepedanya.

“Lebih cepat, lebih cepat!”

“Ini sudah benar-benar cepat!”

“Kau lebih lamban dari biasanya.”

“Hei, aku membawa satu orang tambahan hari ini.”

“Hahaha, ayo Xiao Tian! Kau kan tak terlihat!” Pada akhirnya, Tang Xiao Tian-lah yang dibuat paling lelah.

|PASSION HEAVEN|

Sekolah Menengah Pertama Kota L sudah berdiri lebih dari seratus tahun, dengan tetap mempertahankan arsitektur kuno pada bangunannya. Ada dua jalur pejalan kaki yang dipenuhi dengan pohon pinus yang tertanam rapi di sepanjang kedua jalur tersebut, masing-masing pohon berjarak beberapa meter. Taman sekolahnya juga dipenuhi berbagai macam bunga dan tumbuhan. Di setiap jenisnya terdapat palang kayu kecil yang memberikan informasi berupa nama dan karakteristik tanaman tersebut. Sekolah ini terdiri dari dua gedung; satu gedung untuk sekolah menengah pertama dan satunya lagi untuk sekolah menengah atas. Jenjang sekolah menengah atas terdiri dari tiga tingkat* dan masing-masing tingkat terdiri dari dua belas kelas. Kedua belas kelas ini menempati tiga lantai, dengan empat kelas di masing-masing lantai. Kelas Utama** di setiap tingkat berisi tiga puluh murid yang mendapat hasil ujian akhir terbaik pada semester sebelumnya, membuat kelas ini sebagai kelas yang paling disanjung. Murid-murid lainnya kemudian dibagi rata di sebelas kelas lainnya sesuai dengan nilai mereka. Shu Yawang dan Tang Xiao Tian berada di Kelas Tujuh**, kelas mereka terdapat di lantai ketiga. Mereka dapat melihat lapangan sekolah di sebelah kanan mereka dari lantai ini, lapangan yang dipenuhi pohon ara, dengan daun-daunnya yang hijau dan lebat.
*Tingkat di sini maksudnya tingkat (kelas) sepuluh, sebelas, dua belas.
**Karena setiap tingkat dibagi menjadi dua belas kelas, maka sebutan masing-masing kelas adalah Kelas Satu (Kelas Utama), Kelas Dua, Kelas Tiga, dan seterusnya.

“Xiao Tian, Yawang, di sini!” Zhang Jing Yu berteriak dari dalam kelas. Yawang dan Xiao Tian berjalan ke kelas mereka, dan mendapati Zhang Jing Yu sudah duduk di baris paling belakang. Mereka mendekatinya ketika seorang murid lainnya menyapa Tang Xiao Tian. Yawang tidak menunggu Xiao Tian dan beranjak duduk di depan Jing Yu. Yawang sedang minum ketika Jing Yu memanggilnya.

“Hei Yawang, apa kau tahu? Kau adalah bunga di kelas ini!” Yawang hampir saja memuntahkan air yang diminumnya.

“Siapa? Aku?”

“Terkejut, kan?! Aku juga.” Zhang Jing Yu berkata dengan wajah yang murung.

“Hanya ada delapan siswi di kelas ini dan kaulah yang paling cantik di antara mereka. Ini benar-benar malapetaka!” Rupanya sekolah mulai membagi murid-muridnya ke dalam kelas seni liberal dan kelas sains, dan setengah dari para siswi memilih kelas seni liberal. Kelas seni hanya terdiri dari empat kelas, sehingga para siswi lainnya yang tidak memilih kelas ini dibagi secara merata ke delapan kelas lainnya. Di setiap kelas sains terdapat paling sedikit sepuluh siswi, dengan Kelas Tujuh yang mempunyai jumlah siswi paling sedikit, hanya delapan orang. Yawang menggaruk kepalanya dan tersenyum.

“Apanya yang malapetaka? Kurasa ini cukup baik.”

“Apanya, tentu saja kau merasa bahwa ini baik. Kalau aku berada di kelas yang hanya terdiri dari delapan siswa dan tiga puluh siswi, aku juga akan merasa baik, sangat baik.” Jing Yu mengomel sambil memukul-mukul mejanya. Tang Xiao Tian menghampiri mereka dan duduk di samping Yawang.

“Ada apa dengannya?”

“Entahlah.” Yawang melihat ke sekelilingnya. Sebuah kelas dengan banyak siswa, hehe. Setengah dari mereka kelihatannya lumayan, sebagian cukup tampan, dan beberapa di antara mereka sangat tampan! Ini menyenangkan!

“Yawang!” Xiao Tian memanggil sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Yawang.

“Ada apa dengannya?” Xiao Tian bertanya pada Jing Yu ketika Yawang tidak membalasnya.

“Dia menikmatinya!” Jing Yu membalas dingin.

“Menikmati apa?”

“Betapa beruntungnya dia!” Pak. Sebuah buku tepat mengenai kepala Jing Yu.

“Aku tidak sepertimu.” Yawang memelototi Jing Yu.

“Oh benarkah? Kalau begitu bersihkan air liur di wajahmu itu.” Jing Yu membalas acuh tak acuh.

“Yawang!” Xiao Tian menatap Yawang. “Jangan lihat orang lain.” Hati Yawang luluh mendengarnya. Baiklah, aku tidak akan melihat yang lainnya, murid paling tampan di kelas ini adalah Tang Xiao Tian. Zhang Jing Yu menghela nafas dalam. Ada seekor anjing penjaga setia yang menemani murid paling cantik di kelas ini, aku mau pindah saja.

Ketika bel masuk sudah hampir berbunyi, wali kelas mereka memasuki ruang kelas. Ia adalah seorang laki-laki berumur tiga puluhan. Hal pertama yang dikatakannya adalah,

“Semua siswi duduk di depan. Siapa murid paling cantik di kelas ini?” Yawang menunjuk dirinya sendiri. Murid paling cantik? Apakah yang dimaksud adalah aku? Ketika Yawang melihat sang wali kelas mengangguk, ia langsung berdiri.

“Saya Shu Yawang.”

“Bagus, kalau begitu kau akan menjadi ketua kelas.”

|PASSION HEAVEN|

Pernyataan itu menerima banyak protes dari para siswa.

“Guru, Anda terlalu memihak! Hanya memerhatikan para siswi dan mengabaikan para siswa!” Yawang tersipu sendiri. Ia tidak pernah merasa dirinya cantik sebelumnya. Wali kelas mereka bermarga Cao dan beliau mengajar Bahasa Inggris. Guru Cao tidak mengizinkan murid-muridnya berbicara dengan Bahasa Mandarin di kelasnya, dan beliau selalu menggunakan Bahasa Inggris setiap kali mengajar, tidak peduli murid-muridnya mengerti atau tidak. Guru Cao suka menunjuk salah satu murid untuk menjawab pertanyaannya, dan Yawang-lah yang paling sering ditunjuk. Yawang frustasi karenanya, nilainya tidak begitu bagus untuk mata pelajaran Bahasa Inggris, membuatnya berjuang mati-matian ketika ia ditunjuk oleh Guru Cao. Guru Cao akan menunggu Yawang selesai menjawab pertanyaannya dengan sabar sebelum beliau mempersilahkan Yawang duduk kembali. Sejak saat itu, Yawang akan mempelajari dan membaca ulang dua, tiga kali di rumah sehingga ia bisa menjawab pertanyaan yang diberikan. Guru Cao senang dengan hasil yang diberikan Yawang, beliau merasa Yawang mengalami kemajuan di bawah didikannya. Di akhir semester, nilai Bahasa Inggris Yawang meningkat dan ia bahkan memperoleh 100 untuk ulangannya!

“Ini benar-benar tidak masuk akal, Yawang mendapat nilai 100 untuk ulangannya, ini hanya kebetulan.”

Zhang Jing Yu pribadi tidak terlalu menyukai Guru Cao, dan selalu menyebut beliau seorang guru genit yang hanya memilih siswi untuk menjawab pertanyaannya dan bahkan memberi nilai tambahan pada para siswi. Tang Xiao Tian memelototi Zhang Jing Yu ketika Jing Yu berkata bahwa nilai 100 Yawang adalah hal yang tidak masuk akal.

“Apanya yang kebetulan? Aku kan belajar!” Yawang membantah, lantas mengambil sebuah penggaris dan memukul kepala Zhang Jing Yu dengannya.

“Huh.” Jing Yu meronyokkan kertas ulangannya yang mendapat nilai 59 dan melemparnya ke dalam tong sampah.

“Bodoh, tidak bisakah ia memberiku nilai pas-pasan saja?”

“Lain kali dapat 60 saja.” Yawang menaiki sebuah kursi dan mulai menggambar seorang gadis yang sedang membaca buku di papan tulis dengan kapur biru.

“Ha! Aku mau nilai 59 saja lain kali! Aku suka angka 59.”

“Silahkan, tidak ada yang melarang.” Yawang melempar kapur birunya dan mengulurkan tangannya pada Xiao Tian.

“Ambilkan aku kapur kuning.”

|PASSION HEAVEN|

Tang Xiao Tian memberikan kapur berwarna kuning pada Yawang. Zhang Jing Yu menyampirkan tasnya pada bahunya.

“Kau tidak mau bermain bola, Xiao Tian?” Jing Yu mendesak Xiao Tian.

“Tunggu sebentar, Yawang belum selesai.”

“Dia masih harus menggambari setengah papan tulis lagi.”

“Kalau begitu kau duluan saja.” Xiao Tian membalas cepat. Dalam hatinya, jika Yawang memerlukannya, walaupun hanya untuk hal-hal kecil seperti mengambilkannya kapur berwarna, Xiao Tian akan menemaninya. Yawang memutar kepalanya menghadap Xiao Tian dan tersenyum.

“Pergilah, aku bisa sendiri.”

“Tapi…”

“Tidak ada tapi-tapi. Gadismu menyuruhmu pergi, jadi ayo pergi.” Jing Yu memotong, menarik lengan Xiao Tian untuk pergi. Xiao Tian menoleh ke arah Yawang.

“Kalau kau sudah selesai, aku akan ada di lapangan.”

“Aku tahu.” Yawang melambai pada mereka. Zhang Jing Yu menggelengkan kepalanya.

“Aku tidak tahan melihat kalian berdua. Kalian berdua selalu bersama dari pagi sampai malam, apa kau tidak bosan?” Xiao Tian tersenyum malu, menampakkan kedua lesung pipinya yang dalam.

“Tidak, tidak bosan.” Jing Yu melihat senyum Xiao Tian dan merasa sedikit iri terhadapnya.

“Terserahlah.” Jing Yu membalas seraya meninju pelan lengan Xiao Tian. Ketika keduanya sibuk bertengkar sambil menuruni tangga, seorang anak laki-laki kecil berdiri di depan mereka. Anak laki-laki tersebut mengangkat kepalanya dan melihat mereka, matanya bertatapan dengan mata Jing Yu. Jing Yu menepuk-nepuk lengan Xiao Tian.

“Adik kecil Yawang.”

“Ah, Xia Mu. Kau mencari Yawang? Dia ada di kelasnya.”

“Aku tahu.” Xia Mu berkata, kemudian berjalan menaiki tangga. Tangga itu sangat sempit, dan Xiao Tian serta Jing Yu berjalan bersisian. Ketika Xia Mu melewati mereka, Xiao Tian harus bergeser sedikit untuk membiarkannya lewat.

“Hei, anak itu selalu terlihat suram.” Jing Yu berkomentar.

“Dia memang begitu. Mengabaikan semua orang kecuali Yawang.”

|PASSION HEAVEN|

“Ssh, kuharap aku tidak menjadi sainganmu dalam percintaan nantinya.” Jing Yu memberitahu Xiao Tian sambil memutar bola basket di tangannya. Xiao Tian tersenyum sambil menatap Jing Yu dengan raut kebingungan.

“Kau pakai otakmu untuk apa? Aneh-aneh saja pikiranmu.”

“Hanya berjaga-jaga!”

Di dalam kelas, Yawang meneruskan gambarnya dengan kapur di papan tulis. Selama satu semester penuh, Guru Cao memberikan beberapa tugas padanya sebagai ketua kelas. Walaupun beberapa tugas yang diberikan beliau menjengkelkan, Yawang merasa berguna. Merasa diperlukan membuat nilai dan mentalnya meningkat. Ketika Yawang mendengar langkah kaki di belakangnya, ia menoleh, dan langsung tersenyum melihat siapa yang datang.

“Kau datang? Bukankah aku menyuruhmu untuk tidak menungguku?” Xia Mu berjalan mendekati Yawang, sudut bibirnya samar-samar terangkat.

“Mmm.”

“Mmm? Apa maksudnya itu? Xia Mu, kalau kau tidak berbicara, kau akan kehilangan kemampuan berbicaramu.”

“Aku mau menunggu.” Xia Mu bergumam pelan. Shu Yawang tersenyum. Anak ini semakin hari semakin manis saja.

“Baiklah, tapi kau harus menunggu sebentar. Kerjakanlah tugasmu selama kau menunggu.”

“Mmm.” Xia Mu mengangguk dan melihat ke sekeliling ruangan. Ruang kelas itu rapi dan bersih, kecuali satu meja yang dipenuhi dengan tumpukan buku di atasnya. Xia Mu berjalan mendekati meja tersebut dan membuka halaman pertama buku di tumpukan paling atas, halaman itu hanya berisi nama Yawang. Xia Mu kemudian duduk dan mengambil sebuah pensil dari dalam kotak pensilnya dan mulai menggambar sesuatu di bawah nama Yawang. Yawang sedang menggaris di papan tulis ketika ia berbicara dengan Xia Mu.

“Ayo pergi makan es serut nanti.” Tidak ada respon yang diberikan Xia Mu, tapi Yawang tahu ia tidak akan menolak.

“Kudengar rasa stroberi yang paling enak, tapi rasa nanas juga lumayan. Nanti, aku akan memesan yang stroberi, kau pesan yang nanas, kita berbagi.”

“Mmm.” Anak ini, masih saja membalas hanya sesekali. Di ruang kelas itu, yang terdengar hanyalah bunyi kapur yang sibuk mencoret papan tulis. Dan yang terlihat hanyalah seorang anak laki-laki yang duduk di baris paling depan serta seorang gadis yang berdiri di atas sebuah kursi; keduanya sibuk menggambar sesuatu.

|PASSION HEAVEN|

Musim dingin tahun ini tiba lebih awal; baik siswa maupun siswi, semuanya memakai jaket tebal untuk menghangatkan tubuh mereka. Beberapa hari pertama, Yawang bersepeda ke sekolah, namun ia menggigil karena kedinginan. Yawang tidak suka dingin dan akhirnya memutuskan untuk naik bis sekolah. Tang Xiao Tian tetap bersepeda ke sekolah karena Paman Tang tidak mau anaknya menjadi manja hanya karena dingin. Setidaknya ia tidak menyuruh Xiao Tian berjalan kaki ke sekolah. Tang Xiao Tian bangun pukul 6:30 dan mulai bersepeda ke sekolah sekitar pukul 6:50. Pukul 7:20 ia akan melihat bis yang dinaiki Yawang sampai di depan gerbang sekolah dan Yawang akan menurunkan jendela bis dan melambai ke arah Xiao Tian. Xiao Tian akan mengayuh sepedanya lebih cepat untuk melihat senyum Yawang lebih lama. Sekitar pukul 7:30 Xiao Tian akan menuju ke kelasnya dengan sarapan yang sudah dibawanya dari rumah. Xiao Tian melepas topi dan sarung tangannya sembari berjalan ke arah Yawang. Ia meletakkan sarapan yang dibawanya di meja Yawang dan menyodorkannya pada Yawang.

“Makanlah sebelum dingin.” Yawang tersenyum sambil mengeluarkan pai bawang dan susu kedelai yang dibawa Xiao Tian. Asap kecil mengepul ketika Yawang membuka bungkus pai bawang tersebut. Yawang menusukkan sedotan pada susu kedelainya dan mulai meminumnya.

“Kau?”

“Aku sudah makan tadi di jalan.” Xiao Tian memandang Yawang yang sedang menikmati sarapannya dengan senang hati; seakan-akan dialah yang meminum susu kedelai tersebut.

“Kau mau?” Yawang mengulurkan tangannya pada Xiao Tian, sedotannya tepat menghadap Xiao Tian. Xiao Tian menyesap sedikit susu kedelai yang disodorkan Yawang, membuat hatinya terasa hangat. Kedua mata Xiao Tian berkedip ketika ia tersenyum. Yawang menarik kembali lengannya dan menyesap susu kedelai itu dari sedotan yang sama.

“Apa kau sudah menyelesaikan PR Matematika?”

“Mmm.” Xiao Tian menatap Yawang yang sedang meminum susu kedelai dari sedotan yang sama dengannya tadi. Matanya beralih pada bibir Yawang dan jantungnya mulai berdetak cepat. Bibirnya cantik. Xiao Tian memegang kedua tangannya sendiri, menahannya untuk menyentuh bibir Yawang.

“Pinjamkan padaku.”

“Oh, oke.” Xiao Tian mengeluarkan buku Matematika dari tasnya dan menyodorkannya pada Yawang.

“Kau harus mengerjakannya sendiri.”

“Aku tidak bisa.” Yawang menjawab dengan dahi berkerut. Ia benci Matematika, tidak bisa dimengerti.

“Aku akan mengajarimu, tidak terlalu susah sebenarnya.”

“Tidak, tidak, aku akan mengambil jurusan seni nantinya. Matematika tidak akan berguna untuk ujian masuk universitas nantinya jadi aku tidak akan mempelajarinya. Aku hanya mengerjakannya karena aku harus.” Yawang menunduk ketika ia mengeluarkan buku-buku dari tasnya. Ia mengeluarkan buku Bahasa Inggrisnya dan terus mencari buku Matematikanya. Tang Xiao Tian mengambil buku Bahasa Inggris Yawang dan membuka halaman pertama buku tersebut. Ia melihat nama Yawang di bagian atas halaman itu. Xiao Tian menyukai tulisan tangan Yawang; setiap semester ia akan meminta Yawang menuliskan namanya di setiap buku-bukunya. Yawang akan menulis nama mereka masing-masing di masing-masing buku. Xiao Tian akan memerhatikan Yawang ketika ia mengerjakannya.

Shu Yawang, Shu Yawang, Shu Yawang.

Tang Xiao Tian, Tang Xiao Tian, Tang Xiao Tian.

Saat itu, rasanya di dunia ini hanya ada mereka berdua. Perasaan dekat di antara mereka membuat Xiao Tian senang. Matanya beralih ke bagian bawah halaman buku tersebut dan ia melihat gambar sebuah tank di sana.

“Kenapa kau menggambar ini di bukumu?”

“Bukan aku, Xia Mu yang menggambarnya.”

“Kenapa dia menggambar sebuah tank?”

“Haha, aku yang mengajarinya. Lumayan, kan? Aku hanya mengajarinya sekali dan dia sudah bisa menggambarnya dengan baik. Jari Xiao Tian beralih ke bawah gambar tersebut. Nama Xia Mu tertulis di bawah gambarnya dan untuk beberapa alasan, Xiao Tian merasa tidak nyaman dengan hal itu.

“Kenapa namanya ada di sini?” Nama Xia Mu seperti tulisan yang dicetak komputer.

“Mungkin sebagai tanda tangan.” Jari Xiao Tian mengusap halaman buku tersebut. Untuk beberapa alasan, ketika ia melihat nama Yawang dan Xia Mu bersama-sama, ia akan merasa tidak nyaman dan terdesak untuk menghapus nama Xia Mu.

“Oke, ketemu.” Suara Yawang mengagetkan Xiao Tian dan ia kembali menatap Yawang. Yawang mengeluarkan sebuah kotak medis kecil dan bulat kemudian membuka tutup kotak tersebut.

“Kemarikan tanganmu.”

|PASSION HEAVEN|

Tang Xiao Tian mengulurkan tangannya dengan telapak tangan yang menghadap ke atas. Yawang menarik tangan Xiao Tian dan membalikkannya. Jari-jari Xiao Tian berubah kemerahan saking dinginnya dan Yawang meletakkan krim tangan di jarinya sebelum mengusapkannnya pada jari Xiao Tian.

“Kalau aku tidak mengurusimu seperti ini, kau benar-benar akan membeku kedinginan tahun ini.” Yawang bergumam sambil mengoleskan krim tersebut ke jari-jari Xiao Tian. Tang Xiao Tian menggigit bibirnya dan ia dapat merasakan hangat di tangannya dan ia tidak dapat menahannya.

“Yawang, Yawang…” Xiao Tian berkata lembut, Yawang menghentikannya apa yang sedang dikerjakannya dan menatap Xiao Tian.

“Apa?”

“Aku… Aku—“ Bel tanda masuk berbunyi. Tang Xiao Tian tersipu dan dengan segera menarik tangannya sebelum ia mengambil tasnya dan berlari menuju tempat duduknya. Yawang melihat Xiao Tian dengan sebuah senyum di wajahnya. Walaupun Xiao Tian tidak menyelesaikan kalimatnya tadi, Yawang tahu apa yang akan dikatakan Xiao Tian. Ketika pelajaran berlangsung pagi itu, langit mulai menaburkan butiran-butiran salju ke tanah. Bagi anak-anak, salju merupakan hadiah musim dingin, hadiah terbaik yang diberikan musim dingin untuk mereka. Mereka dapat memaafkan dinginnya cuaca karena salju. Para siswa berlari menuju jendela dan mendekatkan wajah mereka ke jendela sambil memandangi salju yang turun.

“Turun salju, turun salju!” Shu Yawang mengangkat kepalanya dan melihat ke arah jendela. Itu salju, sangat indah.

|PASSION HEAVEN|

Mereka diberikan libur musim dingin selama beberapa hari, tapi liburan itu tidak berarti karena kelas-kelas yang harus mereka ikuti begitu sekolah dimulai kembali. Di pagi hari mereka akan mengikuti kelas Bahasa, di siang hari mereka akan mengikuti kelas Kimia dan Fisika, dan sore hari mereka akan mengikuti ekstrakurikuler. Shu Yawang merasa lelah dengan jumlah kelas yang harus mereka ikuti setiap harinya. Guru-guru mulai mengajar dengan nada yang membosankan dan mereka menaruh harapan besar pada para muridnya. Tugas-tugas diberikan tanpa henti dan suasana kelas menjadi lebih suram. Para murid mulai sadar bahwa mereka sedang memasuki masa titik balik dalam hidup mereka. Yawang melihat ke sebelah kanan di mana para kakak kelas menempati kelas mereka. Tahun depan kami yang akan berada di sana. Nilai-nilai Yawang meningkat di tahun keduanya ini; selain Matematika, ia lulus di semua mata pelajaran, terutama dalam pelajaran Bahasa Inggris di mana ia mendapat nilai di atas 90. Tang Xiao Tian berada di urutan ketiga berdasarkan hasil ujian akhirnya dan ia akan menempati Kelas Utama tahun depan.

Tetapi, setelah dua hari berada di Kelas Utama di tahun terakhir sekolah mereka, Xiao Tian kembali ke Kelas Tujuh.

“Xiao Tian, kenapa kau kembali? Kelas Utama tidak menyenangkan? Atau kau diganggu di sana?” Guru Cao bertanya penasaran. Xiao Tian menggaruk kepalanya ketika ia duduk kembali di tempatnya.

“Tidak. Hanya saja aku menyukai Kelas Tujuh. Aku suka kelasnya, aku suka orang-orang di kelas ini, dan aku suka gurunya. Aku tidak bisa meninggalkan kelas ini, hehe.”

“Tidak, Guru Cao, dia berbohong. Dia hanya merindukan si bunga kelas!” Zhang Jing Yu berteriak kelas. Murid lainnya terbahak sambil memukul-mukul meja ketika mendengar pernyataan Jing Yu. Wajah Xiao Tian tersipu dan Yawang menutup mulutnya dengan tangannya untuk menahan tawa. Sejak saat itu, Shu Yawang berpikir bahwa ia dan Tang Xiao Tian akan selalu bersama selamanya. Bersama selamanya, dari lahir sampai mati, tidak lebih sedetik pun, tidak kurang sedetik pun.